Photobucket

Terlihat sama namun tak berarti sama

Kamis, 27 September 2012 · Posted in ,


Semua pasti tahu bukan kalau aku menyebut kata café? Ya bagi sebagian orang café itu adalah tempat nongkrong bersantai sambil dengerin music atau baca-baca buku ringan misalnya atau kumpul bersama teman atau sanak saudara utuk menikmati kudapan yang disediakan. Tapi di tempat aku tinggal kalau kita menyebut kata café akan diartikan sebagai sesuatu yang lebih spesifik dari sekedar tempat nongkrong. Menyebut kata café itu sudah pasti akan menjadi sesuatu yang negatif karena café disini identik dengan tempat yang bernuansa remang-remang hanya buka saat malam sampai subuh menyediakan bir atau minuman beralkohol  sejenis dan yang pasti ada waitrees cantik yang siap menemai tamu melewati malam sambil minum-minum dan bahkan maaf ada yang bisa di pesan untuk diajak “keluar”.
Nahhh lohhhh apa benar seperti itu? Ibarat pepatah mengatakan “akibat nila setitik rusak susu sebelanga”. Ya mungkin hanya karena kelakuan rusak segelintir pekerja café semua orang yang berkerja di café dicap sebagai wanita tak baik. Pasti ada yang bertanya kok bagus bisa tahu tentang itu? Ya karena tidak dipungkiri dan tak malu untuk mengakui aku pernah ikut tenggelam dalam hiruk pikuk dunia itu, mencari pembenaran dalam proses pencarian identitas diri… ketika aku merasakan sebuah kebahagian bisa mengahabiskan malam sambil menikmati tegukan hangat minuman bersama teman-teman. Tapi itu dulu ketika aku belum sadar bahwa hidup ini tak hanya utnuk bersenang-senang, sebelum tahu memaknai hidup untuk bisa memberi yang terbaik untuk orang-orang yang selalu ada di hidupku , saat aku belum bisa berucap “ semoga semua makhluk berbahagia” apalagi memaknainya.
Kembali lagi kecerita pengalamanku mengenal waitrees café, semua bermula dari sebuah ketidaksengajaanku datang kesebuah café bersama seorang teman untuk menjemput seorang teman yang sudah lebih dulu kesana. Dalam proses menunggu seorang waitrees menghamipiriku, sambil menawarkan adakah  yang ingin ku pesan… sambil berseloroh ku jawab ‘boleh pesan mbaknya ?’ terlihat wajah gadis itu tiba-tiba memerah dan menunjukkan tanda geram. Kemudian mulailah dia membuka cerita, bahwa jangan mengira semua waitrees itu bisa di ajak melakukan sesuatu diluar pekerjaannya. Mereka itu sama seperti kita bekerja untuk hidup, dan berusaha dengan cara yang halal. Jika mereka kemudian mendapatkan tips dari minuman yang dia jual itu sudah menjadi kewajaran, sebuah ucapan terimakasih dari tamu yagn sudah ditemani. Jadi jangan mengira bahwa semua wanita yang bekerja di dunia malam itu adalah wanita gampangan. Aku tahu dia thulus dengan apa yang dia katakan, bisa dilihat dari sorot matanya (wkwkwkw sorotnya mengalahkan lampu 100watt) sebenarnya jauh dilubuk hatinya yang paling dalam (sedalam apa aku ngga tahu) dia merasakan sesuatu yang sakit dan menusuk saat banyak orang memandangnya dengan nyinyir bahkan bergunjing menganggap semua waitrees itu adalah wanita gampangan, perusak rumah tangga dan pemorot suami orang. Padahal tidak seperti itu kenyataannya dia dan sebagian besar teman-temannya adalah pekerja biasa seperti kita, bukan perek dan pemorot. Jikalau ada waitrees café yang pada akhirnya jatuh cinta pada tamunya itu bukan murni salah dia. Mereka juga wanita biasa yagn tergiur dengan janji manis, yang tergiur dengan kemapanan. Yang namanya janji tentu harus ditepati, entah itu janji akan memberikan kemapanan, ketika menagih janji itulah mereka terkesan memoroti. Tapi ingatlah kembali juga tidak semua wanita mudah tergiur janji, tapi alangkah baiknya juga untuk jangan memberi janji kepada sesorang siapapun itu jika kita tak ingin, tak mampu atau bahkan tak pantas menepati. Jadi jika begini siapa yang patut untuk dipersalahkan?
Kita memang tidak usah berfikir keras untuk mencari siapa yang salah… tapi setidaknya kembalilah untuk belajar melihat diri kita sebelum melihat orang lain, menilai diri terlebih dahulu sebelum menilai orang lain. Tidak semua yang dianggap salah itu salah seutuhnya, begitu juga tak semua yagn dianggap benar itu benar pula seutuhnya. Tidak ada manusia yang sempurna, dan dibalik ketidaksempurnaan itu marilah kita melihat yang positif dulu sebelum menelusuk lebih dalam menghilangkan garis horizontal pada tanda positif menjadi hanya garis vertikal yang bermakna negatif. Belajar untuk memaknai bahwa sesuatu boleh terlihat sama tapi belumlah tentu sama.

Leave a Reply

Diberdayakan oleh Blogger.